Cerpen Terbaru 2016__Tema Percintaan.



Satu Tahun di Sekolah Menengah Atas
Satu tahun sudah ibuku pergi kembali kesisi-Nya. Namun bayangannya masih ada di benak ini. Seandainya waktu bisa diputar kembali aku ingin mengucapkan selamat tinggal kepadanya. Detik-detik kepergian Ibu masih teringat dalam memoriku.
 Tubuh yang tadinya gemuk berubah menjadi langsing karena ketidak ikhlasanku terhadap kepergian ibu. Ibu aku sangat merindukanmu. Tok tok tok tok terdengar seseorang sedang mengetuk pintu. Akupun langsung beranjak dari tempat tidurku dan membukakan pintu. Kaget aku melihat siapa yang datang dimalam yang dingin ini.
“Nak, Ayahmu ada dirumah?” tanya seorang perempuan yang kira-kira berumur 40 tahunan lebih.
“Ayah? Ayah sedang bekerja ke luar kota.”
“Oh baiklah. Saya pamit dulu, Nak.”
Perempuan itu pergi tergesa-gesa tanpa sempat ku tanyakan gerangan apa dia mencari Ayahku. Apakah perempuan itu kekasih Ayah? Ahhh tidak mungkin, Ayah saja tidak punya waktu untukku apalagi untuk mencari kekasih.
Burung mulai bernyanyian. Ku buka jendela kamar, dan kusapa mentari yang sedang tersenyum melihat ku. Aku langsung membersihkan badan dan bersiap-siap pergi sekolah.
Hari ini adalah hari pertamaku di sekolah baru dengan seragam putih abu-abu. Semua masalah terlupakan karena hati merasa senang dengan akan adanya teman-teman baru, suasana baru, kelas baru dan guru-guru baru. Tak lama berjalan, akupun sampai disekolah. Ku tuju papan pengumuman dan kulihat masuk kelas berapa aku. Ternyata aku masuk kelas XB dengan walinya Bapak Muhammad.
“Hay,aku Nina kamu kelas XB kan?” sapa Nina
“Hay juga. Aku Ema, iya aku kelas XB. ” jawab ku
“Ahhh kebetulan kita satu kelas.” kata Nina sambil menggandengku dan pergi menuju kelas.
Dikelas dengan susasana serba biru dilengkapi AC dan LCD serta barang yang lainnya. Aku duduk diurutan paling depan bersampingan dengan Nina teman baruku. Aku beruntung mendapat teman baru yang begitu cantik, lembut dan sepertinya dia pintar. Selang 30 menit kami melaksanakan upacara bendera dan dimulai jam pelajaran pertama yang dimasuki Ibu Mariana.
“Pagi anak-anak.” sapa Ibu Mariana dengan senyum lebar diwajahnya.
“Pagi Bu.” sahut samua siswa.
“Hari ini Ibu akan mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia. Sudah pada siapkan? Sebelumnya kita perkenalan diri dulu karena pastinya belum ada yang kenalnyakan     teman-teman yang ada dikelas XB ini. Sebut nama lengkap, nama panggilan, tempat tanggal lahir, alamat, hobi dan cita-cita, oke?”
Berhubung aku yang paling depan, jadi aku yang pertama memeperkenalkan diri.
“Hay teman-teman semua, namaku Ema Rahmi panggil saja aku Ema. Aku lahir di Kandangan, 30 Oktober 1999. Alamat rumahku Jln A.Yani km 9 No 47. Hobiku membaca artikel dan cita-citaku sebagai Jurnalis. Terima kasih.”
Setalah aku, dilanjutkan Nina dan teman-teman yang lain. Selesai perkenalan, pelajaranpun dimulai. Ibu Mariana cukup mengasyikkan, metode yang diajarkan cukup bisa dipahami semua murid dan kelas pun tenang tanpa ada keributan sekalipun.
Pulang sekolah aku dan Nina mengerjakan tugas disuruh Bapak Muhammad untuk membuat struktur organisasi kelas dan jadwal piket kebersihan. Jam menunjukkan pukul 6 sore. Nina pulang kerumahnya dengan dijemput seorang supir pribadi. Nina tak hanya gadis pintar namun juga kaya.
Tengah malam Ayah pulang. Aku sudah terlelap tidur dikamar. Pagi harinya aku langsung menanyakan siapakah perempuan yang datang kerumah kemarin.
“Yah,kemarin ada seorang perempuan dengan rambut seleher datang kerumah, dia mencari Ayah. Siapa perempuan itu ,Yah?”
“Perempuan? Oh mungkin Istrinya teman kerja Ayah, kemarin anaknya masuk rumah sakit.”
“Huuuhh syukurlah, aku kira perempuan itu kekasih Ayah.”
“Haha kekasih. Cinta Ayah hanya untuk Ibumu seorang.” celoteh Ayah sambil tertawa kecil.
Tak lama berteman, Nina mengajakku main kerumahnya. Aku pergi menggunakan motorku menuju alamat yang diberikan Nina. Cukup jauh sebelum aku menemukan rumah Nina. Rumah besar dan megah yang dikelilingi pagar dan dijaga oleh dua orang satpam. Nina benar-benar gadis kaya, ucap ku dalam hati.
“Temannya non Nina ya?” tanya seorang satpam.
Angguk diriku tanpa berucap.
“Silakan masuk Dek, motornya parkir saja disamping. Saya jagakan.”
“Oh iya, terima kasih”
Lumayan jauh aku berjalan menuju pelataran rumah Nina. Tak sempat ku pencet bel, Nina sudah membukakan pintu untuk ku.
“Ayo masuk Em,  jangan sungkan. Anggap aja rumah sendiri.”
Tanpa malu aku masuk dan mengikuti Nina menuju kekamarnya. Sungguh, rumah Nina bagai istana, begitu megah dengan perabotan yang mahal harganya.
********
Satu semester sudah aku bersekolah. Aku sudah bisa mengikhlaskan kepergian Ibu. Berteman dengan Nina ternyata membuatku bisa tersenyum kembali. Dalam hidupku 6bulan ini, Nina adalah sosok peganti Ibu. Nina penyemangat ku. Nina selalu ada disampingku jika aku dalam kesulitan dan selalu membantuku. Kelembutan berbicaranya mengingatkanku kepasa sosok Ibu. Anehnya perasaan ini lama kelamaan semakin meningkat dan malah membuatku suka kepada Nina. Aku mulai menyukainya seperti menyukai seorang pria. Aku mencintainya dan aku juga menyayanginya. Ini salah namun aku tak bisa mengontrol diri. Aku malah berpikiran ingin menjadikannya sebagai seorang yang lebih dari teman. Aku terus memikirkannya setiap malam dan terbayang senyum indah diwajahnya. Apa yang terjadi pada diriku? Apakah aku sudah gila?
Emosiku semakin tak bisa terkontrol, setiap bersamanya hasratku untuk memilikinya selalu meningkat. Mulutku sudah tidak bisa menahan untuk mengucapkan kalimat aku menyukaimu dan aku mencintaimu. Jika ku ucapkkan kalimat itu maka langit akan runtuh. Oh Tuhan bantulah aku, aku tidak ingin kedekatan kami hancur karena keegoisan ku. Aku berlari menuju toilet dan sontak Nina kaget.
“Ada apa dengan Ema?”
Keesokan harinya Nina sudah lupa dengan apa yang terjadi dengan kunkemarin. Aku mencoba normal seperti tidak ada masalah. Jam pelajaran pertama pun dimulai, ternyata ada siswa baru yang masuk kekelas kami. Namanya Gusti Gilang siswa pindahan dari SMA Negeri 1 Kota Apa Saja. Aku merasa cemburu dengan Gusti Gilang karena Nina tak pernah mengalihkan pandangannya semenjak kedatangan Gusti Gilang kekelas. Apakah Nina suka kepada Gusti Gilang?
Selama pelajaran berlagsung, aku merasa gelisah dan pelajaran pun ku abaikan. Aku semakin gila tiap harinya, ditambah lagi dengan kedatangan Gusti Gilang yang dapat mengalihkan pandangan Nina dariku. Semenjak hari itu Nina jarang bersama dengan ku. Dia lebih banyak berduaan dengan Gusti Gilang. Aku marah dan mencoba merusak hubungan mereka. Tapi apa yang harus kulakukan agar hubungan mereka hancur?. Tak segaja aku mendengar percakapan mereka bahwa sepulang sekolah mereka ingin jalan bareng. Dengan apa yang kudengar aku mendapatkan rencana untuk menggagalkan pertemuan mereka.
Ning nong ning nong, bel pulang sekolah berbunyi. Terik matahari membakar kulit ku namun aku tidak melupakan rencana agar Gusti Gilang dan Nina gagal untuk bertemu. Sesampainya dirumah yang kemungkinan Gusti Gilang dan Nina sedang bertemu di lain tempat, aku pun menelpon Nina.
“Nina, kamu dimana?” bicara diriku seperti sedang menahan rasa sakit
“Ada  apa Ema? Aku lagi sama Gilang nih.”
“Tolong aku Nin, perut ku sakiiit. Ayah lagi gk ada dirumah.”
“Hah kamu sakit Em, baiklah aku akan kerumah mu.”
Tak pikir panjang, Ema langsung meninggalkan Gilang dengan terburu-buru dan memanggil Ojek untuk pergi kerumah ku.
“Mas, tolong cepat ya. Teman saya lagi sekarat.” gesak Nina kepada tukang ojek.
“Iya Dek tenang aja. Jangan lupa pakai helmnya juga ya.”
“Oke Mas, tapi nanti mampir ke apotek dulu ya?’’
********
Kejadian kemarin membuat Nina tak pernah pergi dari sisiku, malahan Nina menginap dirumahku semalaman. Entah mengapa aku merasa bersalah akan kebohonganku, namun aku juga senang karena hal itu membuat Nina tak pernah meninggalkanku lagi. Aku semakin berpikir kalau Nina sangat sayang kepadaku, keibuannya itulah yang membuatku jatuh hati kepadanya.
Sejak hari itu juga, aku selalu bertiga kemana-mana dengan Nina dan Gilang. Anehnya aku dan Gilang juga semakin dekat, tapi kedekatan ini tak seperti kedekatanku dengan Nina. Aku lebih merasa nyaman dengan Nina namun jika dengan Gilang aku malah lebih merasa aman. Rasa aman ini mungkin karena Gilang adalah seorang teman laki-laki dan aku belum pernah merasa aman dengan laki-laki manapun walau itu juga Ayahku. Mungkin karena Ayah selalu jarang ada dirumah.
Waktu menunjukkan pukul 10 malam, kurebahkan tubuh yang lelah ini di sebuah kasur yang beralas hello kitty. Mata mulai ku pejamkan dan semua masalah yang ada ku hilangkan. Aku mulai terhanyut dalam tidur, namun tiba-tiba wajah Gilang hadir dengan senyum lebar di mimpi ku. Sontak aku terbangun dan bertanya-bertanya.
“Ahhhh ini hanya mimpi, tapi kenapa harus Gilang yang hadir dalam mimpi ku.Iihhh amit-amit.”
Ku mencoba tidur kembali walau masih merasa terkejut. Suara azan membisiki telingaku dan membangunkan ku. Aku bergegas bangun lalu mandi dan mengambil air wudhu. Setelah melakukan sholat subuh aku membuka ponsel ku, ternyata ada 20 panggilan tak terjawab dari Nina .
“Ada apaya Nina  menelponku sampai-sampai sebanyak ini? Apa ada hal yang sangat penting?”
Aku pun berniat menelpon balik Nina , sebelum ku menelponnya ternyata Nina sudah menelponku duluan.
“Iya kenapa Nin? Ponselku tadi malam aku heningkan.”
“Pantas saja aku telpon gk diangkat-angkat. Ehmm ada kabar buruk Em, orangtuanya Gilang kecelekaan, Ibunda Gilang meninggal dunia, sekarang Ayahnya lagi sekarat di rumah sakit.”



“Innalillah, terus Gilangnya gimana sekarang?”
“Aku juga gk tau, Gilang aku telpon gk diangkat-angkatnya.Mungkin dia lagi syok mendengar kabar ini.”
********
Dua minggu setelah Ibunda Gilang dimakamkan, Ayah Gilang menyusul. Aku turut sedih atas meninggalnya orangtua Gilang, aku tahu ini sangat berat secara aku pernah merasakan hal ini juga sebelumnya. Aku mencoba menenangkan Gilang. Tanpa ada Nina disini ternyata cukup berat juga bagiku, beberapa hari lalu Nina pindah secara mendadak tanpa ada perpisahan. Dia pindah keluar negeri kerumah pamannya karena disini Ayah Nina mengalami kebangrutan. Ini semua datang disaat yang bersamaan. Dan yang tersisa hanya aku dan Gilang.
Satu tahun sudah aku di sekolah menegah atas, saatnya aku menuju kelas 11. Malam setelah pembagian rapor, Gilang datang kerumah ku tanpa sepengetahuanku. Ternyata dia membuat kejutan dengan membawakan serangkaian bungan mawar merah. Aku kaget dan  cukup merasa senang. Ternyata  dibalik kedatangan Gilang ini ,dia menembakku dan mengatakan apakah aku mau menjadi seseorang yang lebih dari sahabat. Aku hanya tersenyum dan mengatakan hal ini cukup menyentuh hati ku, namun cintamu belum bisa menyentuhnya. Kedekatan kita hanya antara persahabatan saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gambar Motif Kain Sasirangan Banjar beserta maknanya.

Drama Teori Ela Joy10 orang | Konsep Kebidanan

GejalaSosial Yang Ada di Lingkungan Sekitar Yaitu Modernisasi (Defenisi,ciri-ciri,syarat,contoh,Dampak dari Modernisasi