Hijrah Nabi Muhammad Ke Madinah (Memeprsaudaraakan Kaum Muhajirin dan Kaum Anshar) Makalah
MAKALAH HIJRAH RASULLAH KE MADINAH YAITU MEMPERSUDARAKAN KAUM MUHAJIRIN DAN AMSHAR
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………..…………………..…
BAB I
PENDAHULUAN………………………................................………………..…
A.
Latar Belakang..................................................................................................
B.
Rumusan
Masalah.............................................................................................
C.
Tujuan Pembelajaran........................................................................................
D.
Manfaat
Penelitian............................................................................................
BAB II
ISI...........................................................................................................................
A.
Kisah Kaum Muhajirin dan Anshar .................................................................
Kisah Kaum
Muhajirin.....................................................................................
Kisah Perjuangan Kaum
Anshar......................................................................
B.
Meneladani Sikap Kaum Muhajirin dan
Anshar..............................................
Kagigihan Kaum Muhajirin.............................................................................
Kaum Anshar penuh keikhlasan dan
tolong-mtnolong....................................
C.
Tejalinnya Persaudaraan Antara Kaum Muhajirin dengan
Kaum Anshar..............................................................................................................
Nabi Muhammad SAW Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan
Anshar.............................................................................................................
BAB III
PENUTUP..............................................................................................................
PENUTUP..............................................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................
BAB IV
Daftar
Pustaka........................................................................................................
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah yang telah membatu saya mengerjakan
tugas ini dengan benar serta tidak lupa pula saya limpahkan salawat dan salam
keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad SAW .
Dalam era sekarang apalagi pada anak-anak remaja banyak
yang tidak tahu pada cerita DAKWAH NABI MUHAMMAD DI MADINAH dengan itu saya
akan memberitahukan tentang dakwah Nabi Muhammad di Madinah yaitu ketika Nabi
Muhammad Mempersaudarakan Kaum Anshar dan Kaum Muhajirin.
Dengan membuat makalah ini saya sangat bersyukur karena
juga dapat mengetahui secara tidak sengaja mengenai apa saja yang dilakukan
Nabi Muhammad di Madinah salah satunya tentang ketika Nabi Muhammad
Mempersaudarakan Kaum Anshar dan Kaum Muhajirin.Saya harapkan dengan ini ,kita
sebagai remaja-remaja Islam berminat dan mau mencari tahu tentang sejarah-serah
Islam zaman dahulu salah satunya dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada guru Pendidikan
Agama Islam saya yaitu Bapak Drs. Muhammad Rafi’i M.Pd karena telah memerintahkan
kami untuk membuat makalah tentang Dakwah Nabi Muhammad SAW.Dengan tugas yang
bapa berikan kami dapat mengetahuai meski sedikit tentang apa saja yang
dilakukan Nabi Muhammad di Madinah.
Semoga dengan saya membuat makalah ini teman-teman atau
pembaca dapat mengetahui tentang Dakwah Nabi Muhammad di Madinah dan tergiur
untuk mencari tahu labih dalam lagi.Saya ucapkan terima kasih karena telah
membaca makalah dari saya.Mohon maaf jika ada salah kata dari saya.Saya ucapkan
Wassalmu’alaikum Wr.Wb
Amawang Kiri
Muka, 20 Mei 2015
Juwita
Rusmiyah
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Latar belakang
pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui salah satu Dakwah Nabi Muhammad
di Madina yaitu saya akan menjelaskan tentang Rasul Mempersaudarakan Kaum
Anshar dan Kaum Muhajirin, sehingga kita bisa mengetahui alasan dibalik mengapa
Nabi Muhammad mempersaudarakan kaum Anshar dan kaum Muhajirin,serta dapat tahu
bagaimana sejarahnya dan lain-lain terkait permasalahan tersebut.
B. Rumusan
Masalah.
Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah yang akan di bahas pada makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Mengapa
Nabi Muhammad mempersaudarakan Kaum Anshar dan Kaum Muhajirin?
2. Bagaimana
sejarah dari kejadian tersebut?
C. Tujuan
Pembelajaran.
Tujuan saya dalam
pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk
memenuhi tugas dari Bapak.
2. Sesuai
dengan rumusan masalah di atas, yaitu:
a. Mencari
tahu mengapa Nabi Muhammad ingin mempersaudarakan Kaum Anshar dan Kaum
Muhajirin.
b. Mencari
bagaimana sejarah dari kejadian tersebut.
D. Manfaat
Pembuatan Makalah
1. Bisa
terpenuhi tugas dari Bapak.
2. Bisa
memberikan pembelajaran kepada penulis maupun pembaca tentang makalah Dakwah
Nabi Muhammad di Madinah ini.
3. Penulis
dan pembaca dapat mengetahui sejarah dari Dakwah Nabi Muhammad di Madiah.
BAB
II
ISI
A. KISAH MUHAJIRIN DAN ANSHAR
KISAH KAUM MUHAJIRIN
Kekejaman demi
kekejaman, penghinaan, penganiayaan yang dilakukan kaum kafir Quraisy terhadap
kaum muslimin yang berada di kota Makah semakin menjadi-jadi. Hal seperti ini
membuat kaum muslimin melakukan hijrah ke daerah lain misalnya ke Habsyah. Akan
tetapi walaupun demikian, masih banyak kaum muslimin yang tetap bertahan di
kota Makah dengan suatu keyakinan bahwa pertolongan Allah pasti akan datang.
Dengan demikian malah kaum muslimin semakin bertambah.
Bertambahnya kaum
muslimin di kota Makah, dengan kesadaran sendiri yaitu sadar bahwa mengikuti
ajaran yang diberikan nabi Muhammad SAW itu akan mendapatkan suatu kebahagiaan
di dunia dan di akherat. Jadi masuknya Islam yang dikuti oleh kaum muslimin
bukan karena pengaruh harta, jabatan apalagi tekanan atau kekerasan seperti
yang digambarkan oleh kaum orientalis.
Walaupun banyak
gunjingan, hinaan, cacian, makian, penganiayaan dan sederet hal yang tidak
baik, para pengikut nabi Muhammad SAW tetap setia. Untuk menghindari kekejaman
yang berkelanjutan dari kaum kafir Quraisy . Rasulullah SAW memerintahkan
kepada pengikutnya untuk berhijrah. Kaum yang berhijrah atas perintah rasul
tersebut kita kenal dengan sebutan kaum muhajirin.
Guna
mempertahankan keyakinan, akidah islamiyah dan syari’atnya dan guna memperluas
jaringan dakwah islamiyah maka kaum muslimin melakukan hijrah. Hijrah yang
pertama dilakukan kaum muslimin yaitu ke negeri Habsyah secara sembunyi-
sembunyi dan berskala kecil. Disana para kaum yang hijrah mendapatkan
perlindungan dari Raja Najasi.
Kalau ke Habsyah
hijrah secara sembunyi-sembunyi, maka untuk hijrah ke Yatsrib secara
terang-terangan dan berskala besar. Kaum yang berhijrah ke Yatsrib ini banyak
sekali pengorbaanannya, harta, keluarga, saudara, tahta dan lain sebagainya.
Kaum Muhajirin ini berhijrah dengan tanpa bekal yang memadai artinya hanya
sekadarnya saja. Hal ini tak lain dan tak bukan karena rasa keimanan yang teguh
kepada Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW
sewaktu akan berhijrah ke Madinah tidak mengumumkan diri berhijrah yang diberi
tahu hanya sahabat Abu Bakar dan beberapa keluarga dekatnya. Akan tetapi Allah
SWT memberikan keberanian kepada Umar bin Khattab hijrah secara terang-terangan
dan memberitahukan kepada kaum kafir Quraisy. Orang-orang yang berani
menghalangi keberangkatan kaum muslimin ke Madinah akan menghadapi keberanian
Umar bin Khattab.
Hijrahnya kaum
muhajirin ini untuk berjuang di jalan Allah SWT dan untuk menyiarkan agama
Islam. Bukan untuk tujuan seperti untuk memperoleh kedudukan, jabatan yang
tinggi dan apalagi untuk menjajah bangsa lain. Semuanya murni karena Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW,
Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib ke kota Yatsrib. Para penduduk menyambutnya
dengan hangat, dengan penuh kerinduan dan rasa hormat serta disambut dengan
nasyid yang artinya;
Telah muncul
bulan purnama dari Tsaniyatil Wadai’, kami wajib bersyukur selama ada yang
menyeru kepada Tuhan Wahai yang diutus kepada kami. Engkau telah membawa
sesuatu yang harus kami taati
Sejak itulah kota
Yatsrib namanya ditetapkan menjadi Kota Madinah dan kaum Muhajirin menetap
disana. Setelah menetap Nabi Muhammad SAW mulai mengatur strategi untuk
membentuk masyarakat Islam yang terbebas dari ancaman dan tekanan yaitu dengan
mempersaudarakan, mempertalikan hubungan kekeluargaan atara penduduk Madinah
dengan orang-orang yang ikut hijrah dari Makah. Lantas Nabi Muhammad SAW
mengadakan perjanjian untuk saling membantu antara kaum muslim dengan
orang-orang selain muslim. Strategi ekonomi, sosial dan dasar-dasar
pemerintahan Islam juga mulai disiasati sedemikian rupa.
Strategi Nabi
mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar untuk mengikat setiap pengikut Islam yang
terdiri dari berbagai macam suku dan kabilah ke dalam suatu ikatan masyarakat yang
kuat, senasib, seperjuangan dengan semangat persaudaraan Islam. Rasulullah SAW
mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah Ibnu Zuhair Ja’far, Abi Thalib
dengan Mu’az bin Jabal, Umar bin Khatab dengan Ibnu bin Malik dan Ali bin Abi
Thalib dipilih untuk menjadi saudara beliau sendiri. Selanjutnya setiap kaum
Muhajirin dipersaudarakan dengan kaum Anshar dan persaudaraan itu dianggap
seperti saudara kandung sendiri. Kaum Muhajirin dalam penghidupan ada yang
mencari nafkah dengan berdagang dan ada pula yang bertani mengerjakan lahan
milik kaum Anshar.
Nabi Muhamad SAW
dalam menciptakan suasana agar nyaman dan tenteram di kota Madinah, maka
dibuatlah perjanjian dengan kaum Yahudi. Dalam perjanjiannya ditetapkan dan
diakui hak kemerdekaan tiap-tiap golongan untuk memeluk dan menjalankan
agamanya.
Secara terperinci
isi perjanjian yang dibuat Nabi Muhammad SAW dengan kaum Yahudi sebagai
berikut:
1.
Kaum Yahudi hidup damai bersama-sama dengan kaum Muslimin
2.
Kedua belah pihak bebas memeluk dan menjalankan agamanya masing-masing
3.
Kaum muslimin dan kaum Yahudi wajib tolong menolong dalam melawan siapa saja
yang memerangi mereka
4.
Orang-orang Yahudi memikul tanggung jawab belanja mereka sendiri dan sebaliknya
kaum muslimin juga memikul belanja mereka sendiri
5.
Kaum Yahudi dan kaum muslimin wajib saling menasehati dan tolong-menolong dalm
mengerjakan kebajikan dan keutamaan
6.
Kota Madinah adalah kota suci yang wajib dijaga dan dihormati oleh mereka yang
terikat dengan perjanjian itu
7.
Kalau terjadi perselisihan diantara kaum yahudi dan kaum Muslimin yang
dikhawatirkan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, maka urusan itu
hendaklah diserahkan kepada Allah dan Rasul-Nya.
8.
Siapa saja yang tinggal di dalam ataupun di luar kota Madinah wajib dilindungi keamanan
dirinya kecuali orang zalim dan bersalah, sebab Allah menjadi pelindung bagi
orang-orang yang baik dan berbakti.
KISAH
PERJUANGAN KAUM ANSHAR
Semenjak peristiwa
Isra’ Mi’raj, Nabi Muhammad SAW mengalami kendala dalam menyiarkan agama Islam
di Makah. Tantangan dan hambatan yang bertubi-tubi dari kaum kafir Quraisy
dihadapi Rasulullah SAW di Makah selama tiga belas tahun. Walau demikian
pengikut Islam semakin bertambah banyak.
Realita yang
demikian membuat kaum muslimin di Madinah mengajukan saran kepada nabi Muhammad
SAW dan pengikutnya untuk segera berhijrah ke Madinah dan ajuan saran itu
berulang kali. Ajuan saran ini terjadi pada tahun ke 13 kenabian dengan 73
orang penduduk Yatsrib dari kaum Khazraj ke Makah. Akhirnya ajuan saran tersebut
direstui Nabi dan nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah. Kaum muslim Madinah
menjamin keselamatan Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya sebagaimana yang
termuat dalam perjanjian Aqabah ke satu dan Aqabah ke dua.
Kaum Anshar
semenjak mendengar keberangkatan nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya yang
akan hijrah ke Madinah banyak kaum Anshar yang menunggu kedatangan beliau
berkerumunan, berdiri berjajar di pinggiran kota Madinah untuk menjemputnya.
Urwah bin az Zubair berkata, “Kaum Muslimin di Madinah mengetahui kepergian
Rasulullah SAW dari Makah. Setiap pagi, mereka pergi ke al Haarah menunggu
kedatangan beliau hingga akhirnya mereka harus pulang karena teriknya matahari.
Suatu hari mereka terpaksa pulang setelah lama menunggu kedatangan beliau.
Ibnu al Qayyim
berkata, “Dan terdengarlah suara hiruk pikuk dan pekik takbir di perkampungan
bani “Amr bin Auf. Kaum muslimin memekikkan takbir sebagai ungkapan kegembiraan
atas kedatangan beliau dan keluar menyongsong beliau. Mereka menyambutnya
dengan salam kenabian, mengerumuni beliau sambil berkeliling diseputarnya
sementara ketenangan telah menyelimuti diri beliau dan wahyupun turun. Allah
SWT berfirman,
Arinya, Maka
sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang
Mukmin yang baik ; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya
pula.” (At Tahrim : 4)
Saat itu penduduk
Madinah berangkat untuk menyambut. Moment yang istimewa yang tidak pernah
disaksikan oleh penduduk Madinah sepanjang sejarahnya. Orang-orang Yahudi telah
menyaksikan kebenaran berita gembira yang diinformasikan oleh Habquq. Hari itu
merupakan hari yang bersejarah dan amat agung. Rumah-rumah dan jalan-jalan
ketika itu bergemuruh dengan pekikan Takbir, Tahmid dan Taqdis (penyucian).
Putri-putri kaum Ansahr melantunkan bait-bait puisi sebagai ekspresi
kegembiraan dan keriangan.
Meskipun kaum
Anshar bukan orang yang serba berkecukupan namun masing-masing individu
berharap rumahnya disinggahi Rasulullah SAW beserta pengikutnya saat melewati
satu-per satu rumah kaum Anshar. Tokoh masyarakat Madinah pun berlomba-lomba
dalam kebaikan yaitu berupa menawarkan kesanggupannya untuk melindungi
Rasuluullah SAW beserta pengikutnya dengan segala daya dan upaya yang mereka
miliki.
Kaum Anshar
menerima dengan baik kaum muhajirin dan bersedia untuk dipersaudarakan dan juga
berani untuk berkorban untuk kaum muhajirin. Kaum Anshar menyembut dengan baik
kehadiran kaum Muhajirin dan menyambutnya seperti menyambut saudaranya sendiri
yang telah lama tidak bertemu.
Dengan demikian
perjuangan kaum Anshar sangat luar biasa terhadap kaum muhajirin dan
perkembangan Islam seterusnya.
B. MENELADANI SIKAP KAUM MUHAJIRIN DAN
ASHAR
KEGIGIHAN KAUM MUHAJIRIN
Pengikut Nabi Muhammad SAW yang ikut hijrah dari Mekah
ke Medinah disebut dengan Kaum Muhajirin. Kaum yang menempuh perjalanan di
padang pasir yang sangat luas dan panas sekitar 500 km ini Jum’at, 12 Rabiul
Awwal tahun 1 H / 27 September 622 M tiba di Yatsrib dan singgah di
perkampungan bani An-Najjar yaitu di rumah Abu Ayyub.
Kaum Muhajirin disambut dengan baik oleh penduduk
Yatsrib. Mulai saat itu Yatsrib namanya dirubah menjadi Madinatun Nabi, artinya
kota Nabi, dan selanjutnya dikenal dengan kota Madinah.
Setelah kaum Muhajirin menetap di Madinah, Nabi
Muhammad SAW mulai mengatur strategi untuk membentuk masyarakat Islam yang
terbebas dari ancaman dan tekanan (intimidasi). Pertalian hubungan kekeluargaan
antara penduduk Madinah (kaum Anshar) dan kaum Muhajirin dipererat dengan
mengadakan perjanjian untuk saling membantu antara kaum Muslim dan non muslim.
Nabi juga mulai menyusun strategi ekonomi., sosial, serta dasar-dasar
pemerintahan Islam.
Kaum muhajirin adalah kaum yang sabar. Meskipun banyak
rintangan dan hambatan dalam kehidupan yang menyebabkan kesulitan ekonomi,
namun mereka selalu sabar dan tabah dalam menghadapinya dan tidak berputus asa.
Kaum Kafir Quraisy memboikot kepada kaum muslimin,
mereka tidak mengeluh apalagi putus asa, sekalipun mereka sangat kesulitan
dalam perekonomian, bahkan mereka tidak mempunyai bahan makanan yang dapat
dimasak tetapi tetap sabar dalam menjalankan agamanya.
Kaum Muhajirin walau demikian tetap semangat dan gigih
dalam mempertahankan akidah dan syari’at islam, sekalipun mereka dianiaya oleh
kaum kafir, bahkan sampai meninggalpun mereka tetap mempertahankan agamanya.
Mereka memiliki iman yang kuat dan taqwa kepada Allah SWT.
Kaum muhajirin sewaktu hendak melakukan hijrah, mereka
diancam akan dibunuh oleh kaum kafir Quraisy, tetapi hijrah tetap dilaksanakan.
Budak yang telah masuk Islam yaitu Bilal, Ia disiksa oleh kaum kafir Quraisy
dengan siksaan yang dahsyat, ditelentangkan di pasir yang sangat panas, kaki
dan tangan diikat, dicambuk dan badannya ditindih dengan batu yang sangat
besar, namun ia tetap mempertahankan Islam
Kesabaran dan kegigihan kaum muhajirin sangat luar
biasa. Setelah di Madinah, tantangan dan hambatan juga tidak sedikit. Ada tiga
golongan yang dihadapi kaum Muhajirin yaitu:
1. Para shabat yang merupakan
orang-orang pilihan , mulia dan ahli kebajikan
2. Kaum musrikin yang belum beriman
sementara mereka berasal dari jantung kabilah-kabilah di Madinah.
3. Orang-orang Yahudi
Problematika kaum muhajirin yang pertama yaitu terkait
dengan kondisi Madinah yang berbeda dengan di Makah. Hidup sebagai orang yang
tertekan, dihina dan terusir dari Makah. Problema peradaban dan pembangunan,
problema kehidupan dan ekonomi, problema politik dan pemerintahan dan banyak
problema lainnya. Ini merupakan problema besar yang dihadapi Rasulullah bersama
kaum Muhajirin berkaitan dengan kaum muslimin sendiri.
Kaum Muhajirin tidak memiliki apa-apa bahkan
keberadaannya mereka di Madinah berkat meloloskan diri. Mereka tidak memiliki
tempat berlindung, tidak memiliki pekerjaan guna memenuhi hidup sehari-hari.
Ke dua yang menjadi problema yaitu orang-orang musyrikin
Madinah ada yang menyimpan rasa dendam dan permusuhan terhadap Rasul & kaum
Muhajirin, pura-pura masuk islam tetapi tetap menyimpan kekufuran, berbuat
makar, pemanfaatan terhadap anak-anak kecil dan orang-orang lugu dari kalangan
kaum muslimin sebagai kaki tangan didalam melaksanakan rencana busuk mereka.
Problema ke tiga yaitu orang-orang Yahudi yang selalu
membangga-banggakan kebangsaannya dan selalu mengejek orang-orang arab dengan
ejekan yang sangat keterlaluan sampai mereka menjuluki orang-orang arab sebagai
Ummiyun (orang-orang yang buta huruf dalam artian orang yang primitif yang lugu
dan kaum hina-dina yang terbelakang, mereka beranggapan harta orang arab halal
bagi mereka, mereka bisa memakan atau memakainya sesuka mungkin, mereka menganngap
sebagi orang-orang yang berilmu, memiliki keutamaan dan kepemimpinan spiritual,
mereka pandai dalam berbisnis. Selain itu mereka tukang menyebarkan isu,
menebarkan permusuhan diantara sesama kabilah sehingga perang berdarah terjadi
diantara mereka.
Ada tiga kabilah Yahudi yang masyhur di kota Yatsrib
yaitu Bani Qainuqa , Bani Nadhir dan Bani Quraizhah. Kabilah-kabilah ini yang
selalu menyulut api peperangan antara suku Aus dan Khazraj . Kabilah-kabilah
Yahudi ini selalu memandang kebencian dan dengki terhadap Islam.
Rasulullah SAW setelah di Madinah sebagai kaum
Muhajirin dalam posisinya sebagai seorang Rasul, penunjuk jalan kebenaran,
pemimpin dan komandan. Rasulullah SAW telah menyelesaikan problema-problema di
Madinah dengan penyelesaian yang sangat bijak. Setiap kaum diperlakukan dengan
kasih sayang tidak ada kekerasan dan siksaan.
Sebagai pelajar, banyak sekali perihal yang dapat kita
teladani dari kaum muhajirin selain kegigihan, ketabahan, keperwiraan,
kesabaran dan lain sebagainya, sikap suka membaca dan mempelajari serta
mengamalkan Al Qur’an, sangat penting untuk kita ikuti dan teladani.
KAUM ANSHAR PENUH KEIKHLASAN DALAM TOLONG-MENOLONG
Orang-orang anshar ingin sekali menjumpai Rasulullah
SAW dan pengikutnya dari Makah, banyak kaum anshar berada di pinggiran kota
Madinah menunggu kedatangan Nabi dan pengikutnya .
Setelah Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya datang,
dijemput dan disambut dengan suara takbir yang bergema di kota Madinah.
Tokoh-tokoh Madinah berlomba-lomba menawarkan kesediaannya untuk mengayomi
Rasulullah SAW beserta sahabatnya, dengan segala daya dan upaya sesuai dengan
perlengkapan yang mereka miliki.
Kaum anshar selalu menerima dan mau berkorban untuk
kaum muhajirin dan bahkan mereka bersedia dipersaudarakan dengan kaum muhajirin.
Seperti Abdur Rahman bin Auf (kaum muhajirin) dipersadarakan dengan Saad bin
Rabi’ (kaum Anshar). Dengan persaudaraan tidak ada perbedaan seperti nasab,
warna kulit, asal daerah ataupun kebangsaannya.
Dengan persaudaraan itu maka perjuangan kaum anshar sangat
besar terhadap pertolongan kaum muhajirin dan perkembangan islam yang
berkelanjutan. Setelah terbentuk persaudaraan antara muhajirin dan anshar, maka
kerjasama dan tanggung jawab dipikul bersama-sama.
Kaum anshar merupakan kaum yang menolong kaum muhajirin
yang berdomisili di Madinah. Kaum Muhajirin sewaktu hijrah ke Madinah tidak
membawa bekal yang cukup, apalagi memiliki rumah. Dengan pertolongan kaum
Anshar, kaum Muhajirin dapat hidup dengan layak.
Kaum anshar sangat menghargai dan menghormati kaum
muajirin. Kaum muhajirin yang datang dan menumpang ke keluarga anshar diterima
dengan baik dan malah diberi sebagian hartanya, kaum muhajirin pun sangat
menghargai keikhlasan kaum anshar.
Sikap suka menolong merupakan ajaran yang harus kita
teladani dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan tolong menolong
dapat terbina persatuan dan persaudaraan sesama kita. Fanatisme kesukuan,
perbedaan ras, rasa kedaerahan dan lain sebagainya dapat dihindarinya.
C.
TERJADINYA PERSAUDARAAN ANTARA KAUM
MUHAJIRIN DENGAN KAUM ANSHAR
NABI MUHAMMAD SAW MEMPERSAUDARAKAN KAUM MUHAJIRIN
DAN ANSHAR.
Secara umum, Islam menyatakan seluruh kaum muslimin
adalah bersaudara sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Azza wa Jalla surat
al-Hujurât/49 ayat 10, yang artinya: Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah
bersaudara. Konsekwensi dari persaudaraan itu, maka Islam mewajibkan kepada
umatnya untuk saling tolong-menolong dalam al-haq. Namun yang menjadi fokus
pembicaraan kita kali ini bukan persaudaraan yang bersifat umum ini, tetapi
persaudaraan yang bersifat khusus antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr.
Persaudaraan antara kaum Muhajirîn dan kaum Anshâr yang deklarasikan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki konsekwensi lebih khusus bila
dibandingkan dengan persaudaraan yang bersifat umum.
Sebagaimana diketahui, saat kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah tidak membawa seluruh harta. Sebagian besar harta mereka ditinggal di Makkah, padahal mereka akan menetap di Madinah. Ini jelas menjadi problem bagi mereka di tempat yang baru. Terlebih lagi, kondisi Madinah yang subur sangat berbeda dengan kondisi Makkah yang gersang. Keahlian mereka berdagang di Makkah berbeda dengan mayoritas penduduk Madinah yang bertani. Tak pelak, perbedaan kebiasaan ini menimbulkan permasalahan baru bagi kaum Muhajirin, baik menyangkut ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan juga kesehatan[1]. Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Sementara itu, pada saat yang sama harus mencari penghidupan, padahal kaum Muhajirin tidak memiliki modal. Demikian problem yang dihadapi kaum Muhajirîn di daerah baru.
Melihat kondisi kaum Muhajirin, dengan landasan kekuatan persaudaraan, maka kaum Anshâr tak membiarkan saudaranya dalam kesusahan. Kaum Anshâr dengan pengorbanannya secara total dan sepenuh hati membantu mengentaskan kesusahan yang dihadapi kaum Muhajirin. Pengorbanan kaum Anshâr yang mengagumkan ini diabadikan di dalam Al-Qur`ân, surat al-Hasyr/59 ayat 9 :
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshâr) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).
Berkaitan dengan ayat di atas, terdapat sebuah kisah sangat masyhur yang melatarbelakangi turunnya ayat 9 surat al-Hasyr. Abu Hurairah Radhiyallahu anhumenceritakan:
أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَبَعَثَ إِلَى نِسَائِهِ فَقُلْنَ مَا مَعَنَا إِلَّا الْمَاءُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ يَضُمُّ أَوْ يُضِيفُ هَذَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَا فَانْطَلَقَ بِهِ إِلَى امْرَأَتِهِ فَقَالَ أَكْرِمِي ضَيْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَقَالَتْ مَا عِنْدَنَا إِلَّا قُوتُ صِبْيَانِي فَقَالَ هَيِّئِي طَعَامَكِ وَأَصْبِحِي سِرَاجَكِ وَنَوِّمِي صِبْيَانَكِ إِذَا أَرَادُوا عَشَاءً فَهَيَّأَتْ طَعَامَهَا وَأَصْبَحَتْ سِرَاجَهَا وَنَوَّمَتْ صِبْيَانَهَا ثُمَّ قَامَتْ كَأَنَّهَا تُصْلِحُ سِرَاجَهَا فَأَطْفَأَتْهُ فَجَعَلَا يُرِيَانِهِ أَنَّهُمَا يَأْكُلَانِ فَبَاتَا طَاوِيَيْنِ فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَقَالَ ضَحِكَ اللَّهُ اللَّيْلَةَ أَوْ عَجِبَ مِنْ فَعَالِكُمَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ
Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam keadaan lapar), lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke para istri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Para istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Kami tidak memiliki apapun kecuali air”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshâr berseru: “Saya,” lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam !” Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali jatah makanan untuk anak-anak”. Orang Anshâr itu berkata: "Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya. Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malam ini Allah tertawa atau ta’ajjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya, (yang artinya): dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung –Qs. al-Hasyr/59 ayat 9. [HR Bukhari]
Bagaimanapun pengorbanan dan keikhlasan kaum Anshâr membantu saudaranya, namun permasalahan kaum Muhajirin ini tetap harus mendapatkan penyelesaian, agar mereka tidak merasa sebagai benalu bagi kaum Anshâr. Disinilah tampak nyata pandangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang cerdas dan bijaksana. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr.
Peristiwa ini, sebagaimana disebutkan dalam banyak riwayat terjadi pada tahun pertama hijriyah. Tempat deklarasi persudaraan ini -sebagian ulama mengatakan- di rumah Anas bin Mâlik,[2] dan sebagian yang lain mengatakan di masjid.[3] Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan mereka dua dua, satu dari Anshâr dan satu lagi dari Muhajirin.
Ibnu Sa’ad dengan sanad dari syaikhnya, al-Waqidi rahimahullah menyebutkan, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan antara sebagian kaum Muhajirin dengan sebagian lainnya, dan mempersaudarakan antara kaum Anshâr dengan kaum Muhajirin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan mereka dalam al-haq, agar saling menolong, saling mewarisi setelah (saudaranya) wafat. Saat deklarasi itu, jumlah mereka 90 orang, terdiri dari 45 kaum Anshâr dan 45 kaum Muhajirin. Ada juga yang mengatakan 100, masing-masing 50 orang.
Imam Bukhâri meriwayatkan dari Ibnu 'Abbâs Radhiyallahu anhu, ketika kaum Muhajirin baru tiba di Madinah, kaum Muhajirin bisa mewarisi kaum Anshâr karena persaudaraan yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sedangkan dzawil-arhâm (kerabat yang bukan ahli waris) tidak.
Di antara contoh praktis buah dari persaudaraan yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu kisah 'Abdurrahmân bin ‘Auf Radhiyallahu anhu dengan Sa’ad bin Rabi’ Radhiyallahu anhu . Sa’ad Radhiyallahu anhu berkata kepada 'Abdurrahmân Radhiyallahu anhu : "Aku adalah kaum Anshâr yang paling banyak harta. Aku akan membagi hartaku setengah untukmu. Pilihlah di antara istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan menceraikannya untukmu. Jika selesai masa 'iddahnya, engkau bisa menikahinya”.
Mendengar pernyataan saudaranya itu, 'Abdurrahmân Radhiyallahu anhu menjawab: “Aku tidak membutuhkan hal itu. Adakah pasar (di sekitar sini) tempat berjual-beli?”
Lalu Sa’ad Radhiyallahu anhu menunjukkan pasar Qainuqa’. Mulai saat itu, 'Abdurrahmân Radhiyallahu anhu sering pergi ke pasar untuk berniaga, sampai akhirnya ia berkecukupan dan tidak memerlukan lagi bantuan dari saudaranya.[4]
Persaudaraan yang dijalin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus berlanjut. Ketika kaum Muhajirin sudah merasa biasa, tidak asing lagi, dan sudah mengetahui cara mencari nafkah, maka Allah Azza wa Jalla menggugurkan syariat waris-mewarisi dengan sebab tali persaudaraan seperti ini, namun tetap melanggengkan persaudaraan kaum mukminin. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَٰئِكَ مِنْكُمْ ۚ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ
Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. [al-Anfâl/8 : 75]
Dan firman-Nya :
وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَنْ تَفْعَلُوا إِلَىٰ أَوْلِيَائِكُمْ مَعْرُوفًا ۚ كَانَ ذَٰلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا
Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah). [al-Ahzâb/33 : 6]
.
Peristiwa penghapusan saling mewarisi ini terjadi pada saat perang Badr. Ada juga riwayat yang menjelaskan terjadi pada saat perang Uhud.
Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu menyebutkan, yang digugurkan adalah saling mewarisi, sedangkan tolong-menolong dan saling menasihati tetap disyariatkan. Dan dua orang yang telah dipersaudarakan bisa mewasiatkan sebagian harta warisannya untuk saudaranya. Inilah pendapat Imam Nawawi rahimahullah [5] .
Di antara bukti yang menunjukkan persaudaraan ini terus berlanjut namun tidak saling mewarisi, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan antara Salmân al-Fârisi Radhiyallahu anhu dengan Abu Darda’ Radhiyallahu anhu . Padahal Salmân Radhiyallahu anhu masuk Islam pada masa antara perang Uhud dan perang Khandaq. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mempersaudarakan antara Muawiyah bin Abi Sufyân Radhiyallahu anhu dengan al-Hattât at-Tamîmi Radhiyallahu anhu . Juga antara Ja’far bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu dengan Mu’adz bin Jabar Radhiyallahu anhu . Semua peristiwa ini terjadi setelah perang Uhud. Ini menunjukkan persaudaraan itu masih disyariatkan namun tidak saling mewarisi.
Pelajaran dan Hikmah
Sikap Abdurrahmân bin ‘Auf Radhiyallahu anhu terhadap tawaran saudaranya, yaitu Sa’ad bin Rabi’ Radhiyallahu anhu , merupakan iffah atau menjaga harga diri dengan tidak meminta-minta. Tampak kesiapan mental kaum Muhajirin untuk melakukan pekerjaan yang sanggup mereka lakukan.
Sebagaimana diketahui, saat kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah tidak membawa seluruh harta. Sebagian besar harta mereka ditinggal di Makkah, padahal mereka akan menetap di Madinah. Ini jelas menjadi problem bagi mereka di tempat yang baru. Terlebih lagi, kondisi Madinah yang subur sangat berbeda dengan kondisi Makkah yang gersang. Keahlian mereka berdagang di Makkah berbeda dengan mayoritas penduduk Madinah yang bertani. Tak pelak, perbedaan kebiasaan ini menimbulkan permasalahan baru bagi kaum Muhajirin, baik menyangkut ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan juga kesehatan[1]. Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Sementara itu, pada saat yang sama harus mencari penghidupan, padahal kaum Muhajirin tidak memiliki modal. Demikian problem yang dihadapi kaum Muhajirîn di daerah baru.
Melihat kondisi kaum Muhajirin, dengan landasan kekuatan persaudaraan, maka kaum Anshâr tak membiarkan saudaranya dalam kesusahan. Kaum Anshâr dengan pengorbanannya secara total dan sepenuh hati membantu mengentaskan kesusahan yang dihadapi kaum Muhajirin. Pengorbanan kaum Anshâr yang mengagumkan ini diabadikan di dalam Al-Qur`ân, surat al-Hasyr/59 ayat 9 :
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshâr) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).
Berkaitan dengan ayat di atas, terdapat sebuah kisah sangat masyhur yang melatarbelakangi turunnya ayat 9 surat al-Hasyr. Abu Hurairah Radhiyallahu anhumenceritakan:
أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَبَعَثَ إِلَى نِسَائِهِ فَقُلْنَ مَا مَعَنَا إِلَّا الْمَاءُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ يَضُمُّ أَوْ يُضِيفُ هَذَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَا فَانْطَلَقَ بِهِ إِلَى امْرَأَتِهِ فَقَالَ أَكْرِمِي ضَيْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَقَالَتْ مَا عِنْدَنَا إِلَّا قُوتُ صِبْيَانِي فَقَالَ هَيِّئِي طَعَامَكِ وَأَصْبِحِي سِرَاجَكِ وَنَوِّمِي صِبْيَانَكِ إِذَا أَرَادُوا عَشَاءً فَهَيَّأَتْ طَعَامَهَا وَأَصْبَحَتْ سِرَاجَهَا وَنَوَّمَتْ صِبْيَانَهَا ثُمَّ قَامَتْ كَأَنَّهَا تُصْلِحُ سِرَاجَهَا فَأَطْفَأَتْهُ فَجَعَلَا يُرِيَانِهِ أَنَّهُمَا يَأْكُلَانِ فَبَاتَا طَاوِيَيْنِ فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَقَالَ ضَحِكَ اللَّهُ اللَّيْلَةَ أَوْ عَجِبَ مِنْ فَعَالِكُمَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ
Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam keadaan lapar), lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke para istri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Para istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Kami tidak memiliki apapun kecuali air”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshâr berseru: “Saya,” lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam !” Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali jatah makanan untuk anak-anak”. Orang Anshâr itu berkata: "Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya. Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malam ini Allah tertawa atau ta’ajjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya, (yang artinya): dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung –Qs. al-Hasyr/59 ayat 9. [HR Bukhari]
Bagaimanapun pengorbanan dan keikhlasan kaum Anshâr membantu saudaranya, namun permasalahan kaum Muhajirin ini tetap harus mendapatkan penyelesaian, agar mereka tidak merasa sebagai benalu bagi kaum Anshâr. Disinilah tampak nyata pandangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang cerdas dan bijaksana. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr.
Peristiwa ini, sebagaimana disebutkan dalam banyak riwayat terjadi pada tahun pertama hijriyah. Tempat deklarasi persudaraan ini -sebagian ulama mengatakan- di rumah Anas bin Mâlik,[2] dan sebagian yang lain mengatakan di masjid.[3] Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan mereka dua dua, satu dari Anshâr dan satu lagi dari Muhajirin.
Ibnu Sa’ad dengan sanad dari syaikhnya, al-Waqidi rahimahullah menyebutkan, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan antara sebagian kaum Muhajirin dengan sebagian lainnya, dan mempersaudarakan antara kaum Anshâr dengan kaum Muhajirin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan mereka dalam al-haq, agar saling menolong, saling mewarisi setelah (saudaranya) wafat. Saat deklarasi itu, jumlah mereka 90 orang, terdiri dari 45 kaum Anshâr dan 45 kaum Muhajirin. Ada juga yang mengatakan 100, masing-masing 50 orang.
Imam Bukhâri meriwayatkan dari Ibnu 'Abbâs Radhiyallahu anhu, ketika kaum Muhajirin baru tiba di Madinah, kaum Muhajirin bisa mewarisi kaum Anshâr karena persaudaraan yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sedangkan dzawil-arhâm (kerabat yang bukan ahli waris) tidak.
Di antara contoh praktis buah dari persaudaraan yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu kisah 'Abdurrahmân bin ‘Auf Radhiyallahu anhu dengan Sa’ad bin Rabi’ Radhiyallahu anhu . Sa’ad Radhiyallahu anhu berkata kepada 'Abdurrahmân Radhiyallahu anhu : "Aku adalah kaum Anshâr yang paling banyak harta. Aku akan membagi hartaku setengah untukmu. Pilihlah di antara istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan menceraikannya untukmu. Jika selesai masa 'iddahnya, engkau bisa menikahinya”.
Mendengar pernyataan saudaranya itu, 'Abdurrahmân Radhiyallahu anhu menjawab: “Aku tidak membutuhkan hal itu. Adakah pasar (di sekitar sini) tempat berjual-beli?”
Lalu Sa’ad Radhiyallahu anhu menunjukkan pasar Qainuqa’. Mulai saat itu, 'Abdurrahmân Radhiyallahu anhu sering pergi ke pasar untuk berniaga, sampai akhirnya ia berkecukupan dan tidak memerlukan lagi bantuan dari saudaranya.[4]
Persaudaraan yang dijalin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus berlanjut. Ketika kaum Muhajirin sudah merasa biasa, tidak asing lagi, dan sudah mengetahui cara mencari nafkah, maka Allah Azza wa Jalla menggugurkan syariat waris-mewarisi dengan sebab tali persaudaraan seperti ini, namun tetap melanggengkan persaudaraan kaum mukminin. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَٰئِكَ مِنْكُمْ ۚ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ
Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. [al-Anfâl/8 : 75]
Dan firman-Nya :
وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَنْ تَفْعَلُوا إِلَىٰ أَوْلِيَائِكُمْ مَعْرُوفًا ۚ كَانَ ذَٰلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا
Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah). [al-Ahzâb/33 : 6]
.
Peristiwa penghapusan saling mewarisi ini terjadi pada saat perang Badr. Ada juga riwayat yang menjelaskan terjadi pada saat perang Uhud.
Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu menyebutkan, yang digugurkan adalah saling mewarisi, sedangkan tolong-menolong dan saling menasihati tetap disyariatkan. Dan dua orang yang telah dipersaudarakan bisa mewasiatkan sebagian harta warisannya untuk saudaranya. Inilah pendapat Imam Nawawi rahimahullah [5] .
Di antara bukti yang menunjukkan persaudaraan ini terus berlanjut namun tidak saling mewarisi, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan antara Salmân al-Fârisi Radhiyallahu anhu dengan Abu Darda’ Radhiyallahu anhu . Padahal Salmân Radhiyallahu anhu masuk Islam pada masa antara perang Uhud dan perang Khandaq. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mempersaudarakan antara Muawiyah bin Abi Sufyân Radhiyallahu anhu dengan al-Hattât at-Tamîmi Radhiyallahu anhu . Juga antara Ja’far bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu dengan Mu’adz bin Jabar Radhiyallahu anhu . Semua peristiwa ini terjadi setelah perang Uhud. Ini menunjukkan persaudaraan itu masih disyariatkan namun tidak saling mewarisi.
Pelajaran dan Hikmah
Sikap Abdurrahmân bin ‘Auf Radhiyallahu anhu terhadap tawaran saudaranya, yaitu Sa’ad bin Rabi’ Radhiyallahu anhu , merupakan iffah atau menjaga harga diri dengan tidak meminta-minta. Tampak kesiapan mental kaum Muhajirin untuk melakukan pekerjaan yang sanggup mereka lakukan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Strategi
Nabi Muhammad mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar untuk mengikat setiap
pengikut Islam yang terdiri dari berbagai macam suku dan kabilah ke dalam suatu
ikatan masyarakat yang kaut, senasib, seperjuangan dengan semangat persaudaraan
Islam serta untuk menciptakan suasana agar nyaman dan tentram di kota Madinah.
Seperti
Rasullah SAW mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah Ibnu Zuhair
Ja’far, Abi Thalib dengan Mu’az bin Jabal, Umar bin Khatab dengan Ibnu bin
Malik dan Ali bin Abi Thalib dipilih untuk menjadi saudara beliau sendiri.
B. Saran
Dengan di
buatnya makalah ini saya harapkan bahwa untuk Anda memahami dan mempelajari isi
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat dan bisa menjadi referensi baru bagi
pembaca serta dapat menambah pengetahuan yang lebih mengenai sejarah Keislaman
dahulu tepatnya Dakwah Nabi Muhammad di Madinah yaitu mempersaudarakan Kaum
Muhajirin dan Kaum Anshar.
Saya sadar
bahwa makalah yang saya buat jauh dari kesempurnaan dan memiliki banyak
kekurangan, maka dari itu saya membutuhkan kritik dan saran yang bersifat
membangun.Terima Kasih.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar