TUGAS KULIAH : Nama Suku yang Ada di HSS dan Masalah yang Berkaitan dengan kesahatan ibu dan anak dalam aspek sosbud masyarakat HSS



NAMA SUKU DAN MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK  DALAM SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT HULU SUNGAI SELATAN

A.    Nama suku yang ada di daerah Hulu Sungai Selatan
Kandangan adalah sebuah kecamatan sekaligus ibukota kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimatan Selatan, Indonesia. Kota Kandangan terletak di tepi sungai Amandit dan berjarak 135 km di sebelah utara Kota Banjarmasin, ibukota provinsi Kalimantan Selatan.
Pegunungan Meratus merupakan pengunungan yang terdapat di Kalimantan Selatan, Kandangan salah satu daerah yang terkena jalur pegunungan meratus. Di kawasan pegunungan Meratus terdapat suku yang disebut Suku Dayak Meratus.
Suku Dayak Meratus adalah nama kolektif untuk sekumpulan sub-suku Dayak yang mendiami sepanjang kawasan pegunungan Meratus. Orang Banjar Kuala menyebut suku Dayak Meratus sebagai Urang Biaju (Dayak Biaju) karena dianggap sama dengan Dayak Ngaju (Biaju), sedangkan orang Banjar Hulu Sungai menyebut suku Dayak Meratus dengan sebutan Urang Bukit (Dayak Bukit/Buguet).
Menurut Selato, suku Bukit termasuk golongan Suku Punan. Tetapi, Tjilik Riwut membanginya ke dalam kelompok-kelompok kecil seperti Dayak Alai, Dayak Amandit (Loksado), Dayak Harakit (Tapin), Dayak Kayu Tangi, selanjutya ia menggolongkan ke dalam Rumpun Ngaju.
Dayak Amandit merupakan suku dayak yang juga terdapat di Kandangan. Selain dayak Amandit di daerah Daha atau Nagara yang termasuk daerah yang jauh dari kota Kandangan namun tetap termasuk bagian dari Hulu Sungai Selatan terdapat sukuyang bernama suku Banjar Batang Banyu. Dinamakan suku Banjar Batang Banyu di karenakan daerah Daha dominan sungai dan danau, di sungai itu biasanya masyarakat membuat jamban atau biasa disebut batang banyu.




B.     Masalah yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak sesuai lingkup sosial budaya masyarakat  Hulu Sungai Selatan
Budaya yang menjadi permasalahan pada kesehatan ibu dan anak,yaitu :
1.      Membedong Bayi atau Swaddling
Penggunaan kain bedong memang sudah dilakukan sejak lama. Bahkan, dulu cara pemakain bedong lebih "kencang". Setelah bayi dibungkus rapi, bagian kaki diluruskan selurus mungkin lalu di bagian lutut hingga betis diikat sedikit keras.
Penyebab orang dulu membodong bayi dengan keras dan menjadikannya sebagai kebiasaan disebabkan oleh mitos yang terlanjur dipercaya oleh banyak orang tua, mitos tersebut mengatakan jika cara ini dapat membuat kaki bayi lurus atau terhidar dari kaki O maupun X.
Selain itu, orang tua dahulu mempercayai bahwa membedong bayi akan membuat bayi seperti selalu dipeluk dan ini mengingatkannya pada suasana dalam rahim ibu. Dengan membedongnya maka bayi akan tidur pulas karena biasanya bayi sering mengalami kaki bergerak atau gerakan seperti terkejut yang disebut sebagai hynogogic startles, gerakan ketika tidur ini juga terjadi pada anak yang lebih besar maupun orang dewas. Namun pada bayi gerak kejut kaki saat tidur lebih sering dibanding orang dewasa. Saat bayi tidur biasanya akan terbangun jika mengalami hal tersebut, maka dari itu bayi haruslah dibedong agar tidurnya lelap, kata orang tua dahulu.
Untuk mengatasi masalah ini dengan profesi sebagai seorang bidan adalah dengan menginformasikan bahwa membedong atau men-swaddlinghal bayi merupakan hal yang seharusnya tidak dilakukan karena membedong bayi berisiko pada medis, seperti bayi merasa kepanansan, displasia panggul, infeksi pernafasan dan bahkan sindrom kematian mendadak pada bayi (Sudden Death Infant Syndrom – SIDS ).
Jika si ibu tetap bersikeras untuk membedong bayinya maka anjurkan untuk tidak terlalu kuat atau kecang dan menggunakan kain yang tipis agar si bayi tetap merasa nyaman.
2.      Meminum Rendaman Air Tali Pusar untuk Meredakan Demam
Orang dahulu menganggap tali pusar sebagai pelindung karena sejak dalam kandungan tali pusat menjadi penghubung antara ibu dengan janin, maka dari itu orang dahulu membuat jimat dengan cara menyimpan tali pusar yang lepas ldan  dicuci bersih lalu dikeringkan kemudian dibungkus dengan kain hitam dan dijadikan kalung untuk dipakaikan kepada bayi tersebut. Dan apabila si bayi tersebut mengalami demam maka tali pusar tersebut akan direndam ke dalam air lalu diminumkan kepada bayi tersebut.
Sebagai seorang bidan yang harus dilakukan adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat di lingkungan yang melakukan hal tersebut bahwa hal tersebut tidak baik untuk dilakukan. Karena, tali pusar yang direndam ke air dan diminumkan kepada bayi belum tentu steril, tali pusar tersebut sudah disimpan lama dan tidak menutup kemungkinan telah tercemar oleh bakteri. Memberi sesuatu yang belum terjamin kebersihannya kepada bayi bisa menyebabkan bayi sakit perut dan serta mengalami diare. Lalu memberitahukan kepada masyarakat bahwa jika ingin mengobati demam dengan cara atau sesuatu yang alami tidaklah harus memakai rendaman tali pusar, tetapi bisa dengan tumbuhan contohnya seperti remasan daun cocor bebek (raja bebangun) yang dicampur dengan air lalu dioleskan ke seluruh tubuh.
3.      Meminum Abu dari Dapur yang dicampur Garam dan Asam  Semasa Nifas
Orang zaman dahulu mempercayai meminum minuman dari abu yang ditambahkan garam dan asam bisa memperlancar ASI. Pada zaman dahulu orang masih minim pengetahuan mengenai kesehatan. Jadi setiap ibu yang habis melahirkan akan dibuatkan minuman tersebut oleh orang tetua dandisuruh meminumnya.
Sebagai seorang bidan solusi yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini adalah menjelaskan kepada ibu bahwa cara itu salah karena pada dasarnya abu tidak lah pantas dikonsumsi. Abu mengandung karbon dari hasil pembangkaran. Mengkonsusmsi karbon terlalu bnayak dapat menyebabkan kanker. Cara yang tepat untuk melancarkan ASI adalah dengan memakan buah-buahan dan sayur-sayuran, seperti buah pepaya, pisang, labu dan kurma, pucuk katuk, pare, semangka, jambu air dan kacang hijau. Biasanya untuk lebih nikmat menikmatinya bisa dibuat sayur bening atau santan dengan menggunakan pucuk katuk,labu dan kacang hijau boleh juga ditambahkan dengan sayuran yang lain. Buah dan sayur tadi baik untuk ibu menyusui karena memberikan ketenangan sang ibu  setelah melahirkan, jika sang ibu merasa tenang maka memicu hormon oksitosin yang dapat memperlancar pengeluaran ASI.
4.      Memotong Tali Pusar Menggunakan Pisau Sembilu Bambu
Sembilu adalah sepotong bambu yang di belah lalu ditajamkan sedemikian rupa pada satu sisinya sehingga menjadi pisau buatan. Memotong tali pusar menggunakan sembilu bambu dilakukan oleh dukun beranak. Pada zaman dahulu karena masih kentalnya kepercayaan terhadap hal gaib dan belum ada ilmu pengetahuan mengenai permedisan dalam melahirkan para orang-orang yang membantu melahirkan seperti dukun beranak akan memotong tali pusar dengan pisau yang dibuat dari bambu dan dihaluskan yang disebut sembilu. Sembilu tersbut diberi janur kuning sebagai bahan pensterilnya. Orang dahulu mempercayai memotong tali pusar menggunakan sembilu karena di anggap bambu memiliki kekuatan magis tersendiri.Namun, pada zaman sekarang kebiasaan itu sudah tidak dilakukan lagi, karena sudah banyaknya bidan-bidan yang dapat membantu persalinan dengan adanya alat kesehatan yang lengkap.
Sebagai seorang bidan hal yang harus dilakukan jika melihat hal itu masih berlangsung adalah memberitahukan kepada masyarakt bahwa menggunakan sembilu tidaklah baik karena sembilu yang digunakan belum tentu bersih dan steril. Sekarang ini petugas medis menggunakan gunting khusus yang digunakan untuk memotong tali pusar bayi.
5.      Maayun Bapukung
Secara harfiah bapukung terbentuk dari kata “pukung”, yang artinya adalah posisi duduk dan leher diikat dengan kaki diatur seperti posisi bayi saat berada dalam kandungan.
Dalam bahasa banjar bapukung adalah menidurkan bayi di ayunan kain yang kemudian di ikat dengan kain lain di luarnya. Sambil di ayun dan di nyanyikan atau dibacakan shalkawat atau syair-syair tentang perjuangan atau cerita dongeng sebagai pengantar tidur.
Guring-guring anakku guring
Guringakan dalam pukungan
Annaku nang bungas lagi bauntung
Hidup baiman mati baiman
Baayun atau maayun bapukung masih sering dilakukan sebagaian orang yang tinggal di daerah HSS untuk memudahkan menidurkan bayinya. Selain itu, bapukung dipercayai masyarakat HSS untuk memperkuat leher bayi dan menyenyakkan tidur bayi. Masyarakat suku banjar telah menerapkan cara menidurkan bayi bapukung sebagaimana diajarkan nenek moyang mereka ribuan tahun lalu, menurut mereka cara maayun bapukung ini cukup ampuh untuk menidurkan bayi lebih lama sehingga bayi tidak rewel. Bayi juga akan merasa lebih hangat dan nyaman, bagaikan berada dalam rahim ibu, pun ia juga tidak akan mudah terbangun karena terkejut mendengar suara keras. Biasanya hanya bayi berusia 3 bulan sampai 1 tahun sajalah yang bisa dipukung.
Orang dahulu mempukung bayinya agar bisa ditinggalkan saat ingin mengerjakan pekerjaan rumah hingga selesai tetapi ingin bayinya tetap tenang dan tidak rewel.
Cara mempukung bayi pertama-tama para ibu harus menyiapkan buaian atau ayunan dari selendang atau kain yang cukup kuat dulu. Ayunan ini bisa dikaitkan di bagian rumah yang kuat menahan beban berat tubuh bayi, namun cukup luas dan tidak menghalangi gerak maju mundur ayunan. Kemudian bayi dimasukkan dalam ayunan dengan posisi berbaring. Sambil menahan bayi dengan kedua lututnya, ibu mendudukkan bayi dalam ayunan, kedua tangan bayi didekapkan di dadanya dan kedua kakinya diluruskan. Lalu ibu mengikat bayi dengan sebuah selendang lain, mulai dari punggung hingga lehernya sambil membetulkan posisi telinga bayi yang terlipat.
Ikatan ini tidak terlalu kuat dan bayi diusahakan tetap bisa bernafas seperti biasa. Ikatan ini bertujuan untuk membatasi gerak bayi sehingga ia tidak jatuh dari ayunan. Hampir mirip dengan fungsi bedong. Tidak semua ibu Banjar trampil membapukung bayi. Hanya mereka yang masih memegang teguh budaya sajalah yang paham akan manfaat bapukung dan bisa membapukung bayinya dengan sempurna.
Sebagai seorang bidan yang harus dilakukan adalah menjelaskan dan memberitahukan kepada masyarakat bahwa boleh saja menggunakan cara bapukung baayun untuk menenangkan dan menidurkan bayi, tetapi ibu haruslah mengetahui dengan benar bagaimana caranya mempukung si anak agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan nantinya, contohnya seperti terlalu erat melilitkan kain pada bayi sehingga bayi merasakan kesakitan. Jika ibu masih takut-takut untuk mempukung bayi lebih baik tidak usah dan diayunkan seperti biasa saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gambar Motif Kain Sasirangan Banjar beserta maknanya.

Drama Teori Ela Joy10 orang | Konsep Kebidanan

GejalaSosial Yang Ada di Lingkungan Sekitar Yaitu Modernisasi (Defenisi,ciri-ciri,syarat,contoh,Dampak dari Modernisasi